Jumat, 29 April 2011

CINA di Tangerang

VIHARA/KELENTENG TANGERANG

Kedatangan orang Cina, pertama kali ke Tangerang belum diketahui secara pasti. Dalam kitab sejarah Sunda yang berjudul "Tina Layang Parahyangan" (Catalan Dari Parahyangan) disebut tentang kedatangan orang Tionghoa ke daerah Tangerang, di muara Sungai Cisadane yang sekarang diberi nama Teluk Naga pada tahun 1407. Gelombang kedua kedatangan orang Tionghoa ke Tangerang diperkirakan terjadi setelah peristiwa pengusiran orang Tionghoa di Batavia pada tahun 1740, VOC mengirimkan orang-orang Tionghoa ke daerah Tangerang, disekitar Tegal Pasir (Kali Pasir), Belanda mendirikan perkampungan Tionghoa yang dikenal dengan nama Petak Sembilan yang menjadi pusat perdagangan terletak disebelah timur Sungai Cisadane, daerah Pasir Lama sekarang. Para penghuni perkampungan Petak Sembilan secara gotong royong mendirikan sebuah kelenteng pada tahun 1684 yang diberi nama Boen Tek Bio dan berdirilah kelenteng-kelenteng lainnya seperti Boen San Bio pada tahun 1689 yang merupakan tempat beribadat Umat Budha dan Konghucu. Kelenteng tersebut merupakan kelenteng tertua diWilayah Banten dan terkenal dengan tradisi pecunnya.

BARONGSAI TANGERANG

Singa Batu model dari Cieh Say ini ada bermacam-macam, tapi yang utama mengikuti dua aliran, yaitu Aliran Utara dan Selatan yang dimaksud adalah sebelah Utara Sungai Yang Zi, bentuknya garang, badannya tetap, mulutnya persegi seperti yang kita lihat di kelompok Istana Kekaisaran di Beijing, sedangkan aliran selatan adalah terdapat di sebelah Selatan Sungai Yang Zi, bentuknya lebih bervariasi, lebih luwes, tapi kurang gagah. Aliran Selatan, pada umumnya berada di kelenteng-kelenteng Indonesia, khususnya di Kota Tangerang, termasuk bentuk singa ini, sama sekali tidak mirip dengan wujud singa sebenarnya, tetapi diambil dari Anjing Say yang pada waktu itu dipelihara Kaisar dan hanya di Istana saja, karena dianggap suci. Yang berkembang di Tangerang bernama Barongsai, terdiri dari beberapa jenis, antara lain : Kilin, Peking Say, Lang Say, Samujie.

Sumber: www.depdagri.go.id

Website Kota Tangerang: www.tangerangkota.go.id


Senin, 11 April 2011

Makam Xiaoling Dinasti Ming


Makam Xiaoling Dinasti Ming adalah Makam Zhu Yuanzhang, Kaisar pertama Dinasti Ming (tahun 1368-1644 masehi)

Zhu Yuanzhang yang berkuasa antara tahun 1368 dan 1398 adalah seorang kaisar legendaris dalam sejarah Tiongkok. Ia dilahirkan dalam keluarga petani yang miskin. Untuk mencari nafka, Zhu Yuanzhang pernah menjadi biksu di sebuah kuil setempat. Kemudian Zhu Yuanzhang ambil bagian dalam pemberontakan petani anti Dinasti Yuan yang berkuasa antara tahun 1271 dan 1368. Karena sangat berani dan bijaksana dalam perang, maka ia diangkat menjadi seorang pemimpin pasukan pemberontak petani dari seorang prajurit biasa. Pada tahun 1368, Zhu Yuanzhang naik takhta dan pada akhirnya berhasil menyatukan Tiongkok.

Zhu Yuanzhang mulai membangun makamnya ketika ia masih hidup, tapi pembangunan yang memakan waktu 25 tahun baru selesai setelah putranya naik takhta. Ibukota Dinasti Ming semula adalah kota Nanjing di Tiongkok Timur ketika Zhu Yuanzhang menjadi kaisar. Maka Makam Xiaoling Kaisar Zhu Yuanzhang berlokasi di peluaran kota Nanjing, dan juga satu-satunya makam kaisar Dinasti Ming yang tidak berlokasi di Beijing. Setelah Zhu Yuanzhang wafat, terjadi perebutan kekuasaan antara putra Zhu Yuanzhang dan adik Zhu Yuanzhang, dan ibukota Dinasti Ming dipindahkan dari Nanjing ke Beijing setelah adik Zhu Yuanzhang berhasil merebut kekuasaan. Menurut catatan, panjang tembok pelindung Makam Xiaoling mencapai 22,5 kilometer, yaitu dua per tiga dari panjang tembok kota Nanjing masa itu, besar makam itu sungguh mengagumkan.

Setelah mengalami terpaan angin dan hujan selama enam ratus tahun serta kerusakan akibat perang, semua istana dan balairung yang terbuat dari kayu kini sudah hancur, namun dari dasar batu bangunan makam yang tersisa masih terlihat skala makam itu yang sangat besar. Walaupun tata ruang makam itu sama dengan makam-makam kaisar sesudahnya dari Dinasti Ming, tapi skalanya jauh lebih besar. Dan ini menunjukkan bahwa makam-makam berbagai kaisar Dinasti Ming dibangun di atas dasar desain Makam Xiaoling.

Salah satu misteri tentang Makam Xiaoling ialah Istana Bawah Tanah di mana Kaisar Zhu Yuanzhang dimakamkan bersama permaisurinya. Istana Bawah Tanah adalah pusat Makam Xiaoling dan dilingkari sebuah tembok sepanjang 1100 meter dengan diameter kira-kira 400 meter. Atap makam berbentuk kerucut, tingginya 129 meter di atas permukaan laut. Letak konkret Istana Bawah Tanah kini masih kontroversial. Konon ketika upacara pemakaman akan dilangsungkan, serentak ke luar dari 13 gerbang kota Nanjing iring-iringan peti jenazah kaisar dengan barisan kehormatan yang sama sehingga sulit membedakan mana yang sungguh-sungguh. Ini dilakukan karena Zhu Yuanzhang khawatir makamnya dicuri orang. Bahkan ada orang berpendapt bahwa Zhu Yuanzhang sama sekali tidak dimakamkan di Nanjing, melainkan di Beijing. Di mana sebenarnya Zhu Yuanzhang dimakamkan, sampai kini masih merupakan teka teki. Sejak tahun 1997, lembaga benda budaya setempat mengadakan deteksi terhadap daerah seluas 20 ribu meter persegi di sekitar Isana Bawah Tanah dengan menggunakan metode iptek canggih, antara lain, deteksi magnetik dan sistem pemposisian satelit. Berdasarkan data-data yang diperoleh, akhirnya berhasil ditetapkan posisi tempat pemakaman Zhu Yuanzhang. Seorang pakar yang memimpin pekerjaan pencarian itu mengatakan, dengan teknik deteksi magnetik yang persisi, mereka memastikan Kaisar Zhu Yuanzhang dimakamkan di tempat puluhan meter di bawah tanah. Kini Istana Bawah Tanah itu masih terpelihara utuh dan belum pernah dicuri.

Gambar: kemegahan Makam Xiao Ling Dinasti Ming di masa silam

Arca-arca pejabat sipil dan militer di jalan suci Makam Xiaoling Dinasti Ming

  Dibanding dengan makam-makan kaisar berbagai dinasti yang lalu, Makam Xiaoling Zhu Yuanzhang mempunyai beberapa ciri yang berbeda, yaitu jalan menuju makam berbelok-belok dan menyimpang dari garis poros tengah. Mengapa dibuat demikian, kini masih belum ada jawabannya, namun gaya bangunan makam itu sangat mempengaruhi gaya bangunan makam-makam kaisar Dinasti Ming sesudahnya. Misalnya, Makam Dingling Dintasti Ming yang sudah digali, jalan masuk ke makam menyimpang ke arah kiri, yaitu berbalikan dengan jalan masuk Makam Xiaoling. Dalam deteksi terhadap Makam Xiaoling ditemukan bahwa sedikitnya 60% permukaan gunung di mana Makam Xiaoling berada adalah bangunan manusia. Misalnya bat-batu bulat dalam jumlah sangat banyak yang bertaburan secara teratur di atas bukit di mana Makam Xiaoling terletak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batu-batu bulat itu diangkut oleh para tukang dengan kedua tangan dari kaki bukit ke atas bukit. Tumpukan batu-batu bulat itu tidak saja untuk memenuhi kebutuhan estetika dalam bangunan, juga berfungsi melindungi permukaan makam dari kikisan air hujan serta untuk mencegah pencuri makam. Yang mengejutkan ialah patung-patung binatang di depan Makam Xiaoling adalah fosil hayati purba yang sudah berusia 300 juta tahun. Rahasia ini ditemukan oleh seorang insinyur senior yang bekerja di sebuah pertambangan perak setempat. kesimpulan itu kini sudah diakui oleh banyak pakar. Penemuan itu menambah nilai ilmiah ukiran batu di Makam Xiaoling Dinasti Ming, selain nilai sejarah dan nilai seninya.
中华百科
Chinese ABC

Zhu Yuanzhang

Pembahasan yang menarik mengenai Zhu Yuanzhang (Kaisar Hongwu) ini
juga dapat dijumpai dalam forum milis negara tetangga kita seperti
di “Chinese Culture Forum at Asiawind” (www.asiawind.com/forums).
Terlepas dari motivasi apapun, sejarah berdirinya dinasti Ming adalah
bagian sejarah Tiongkok yang menarik untuk dibahas. Pelayaran Cheng
Ho ke mancanegara yang membawa pengaruh terhadap hubungan antara
Tiongkok dengan negara-negara di seberang lautannya juga terjadi
pada waktu jaman dinasti Ming itu.

Seperti Liu Bang pendiri dinasti Han, Zhu Yuanzhang (1328-1398)
sebagai pendiri dinasti Ming juga berasal dari orang kebanyakan
(commoner) dan keluarga miskin, bukan dari golongan bangsawan atau
aristokrat. Dia dikagumi sekaligus juga dicerca.

Dikagumi karena dapat mengusir penguasa atau penjajah asing dinasti
Yuan serta memulihkan dan membebaskan Tiongkok kembali dibawah
naungan bangsa Han. Zhu Yuanzhang diakui telah banyak membangun
Tiongkok setelah dilanda peperangan yang panjang, seperti
memperbaiki kanal yang terbengkalai dan rusak, menggalakkan sektor
pertanian, penghijauan hutan yang gundul, melanjutkan dan membangun
kembali Tembok Besar (Great Wall) dll. tetapi ia juga dicerca
karena gaya pemerintahannya yang dijalankan dengan tangan besi,
tirani dan despotik.

Apakah Zhu Yuanzhang itu seorang Muslim atau tidak telah menjadi
bahan perdebatan yang hangat antara fakta dan spekulasi. Diketahui
memang bahwa permaisuri atau istri resmi Zhu Yuanzhang ini adalah
seorang Hui (muslim) yang berasal dari propinsi yang sama dengannya
yaitu Anhui dan disebut sebagai Ratu Ma (Empress Ma).

fgh

Zhu Yuanzhang sendiri memiliki sekitar 38 selir, tetapi Ratu Ma ini
adalah istri yang paling disayang dan berpengaruh terhadapnya. Ketika
Ratu Ma ini meninggal pada tahun 1382, Zhu Yuanzhang merasa sangat
terpukul dan sejak itu prilakunya menjadi lebih irrasional dan tidak
dapat diprediksi. Dan ketika Zhu Yuanzhang meninggal pada tahun 1398,
dia di makamkan disamping makam istrinya ini di Nanjing (Ming
Xiaoling Mausoleum), Jiangsu . (Chronicle of the Chinese Emperors,
Ann Paludin).

Ketika Zhu Yuanzhang berhasil merebut Nanjing, yang dijadikannya
sebagai ibukota dinasti Ming (sebelum dipindahkan ke Beijing), dia
memberikan instruksi atau sponsor untuk membangun sebuah Masjid Raya
yang bernama “Jing Jue”, dan di Masjid ini terdapat sebuah pahatan
syair yang dibuat untuk dedikasi Masjid tersebut.

Salah satu latar belakang pembangunan Masjid ini, karena banyak
prajurit dan Jenderanya yang berjuang bersamanya untuk menggulingkan
dinasti Yuan dan mendirikan dinasti Ming adalah warga Muslim,
seperti Jenderal Chang Yuchun, Hu Dahai, Mu Ying, Lan Yu, Feng
Sheng. Selain itu juga banyak diantara tentara Yuan yang menyerahkan
diri adalah orang Muslim yang pindah dan menetap di ibukota Nanjing
tersebut, sehingga populasi orang Muslim di Nanjing sejak itu
bertambah jumlahnya.

Dikalangan orang Hui di Tiongkok, dipercayai bahwa Zhu Yuanzhang
adalah seorang Muslim, sekurang-kurangnya dalam kehidupan pribadinya.
Keyakinan ini diperkuat lagi oleh tulisan seorang pakar sejarawan
terkemuka di Tiongkok yang berasal dari etnis Hui, yaitu Prof. Bai
Shouyi didalam bukunya tentang Sejarah Islam di Tiongkok yang ditulis
pada tahun 1946.

Zhu Yuanzhang sendiri ketika mudanya adalah pengikut sekte
agama “Mingjiao” (Teaching The Light) yang dipengaruhi oleh
Manicheanisme (salah satu agama kuno yang berasal dari Persia),
tetapi ketika ia naik menjadi Kaisar Ming, sekte ini ditumpas dan
segala sesuatu yang menyangkut namanya dengan sekte ini juga di
sangkal ( China Heritage Newsletter, No.5, March 2006).

Penduduk Muslim yang telah menetap di Tiongkok sejak 700 tahun yang
lalu (sejak dinasti Tang) bertambah lagi populasinya karena
tertawan atau dibawa ke Tiongkok oleh pasukan Mongol dari Asia
Tengah. Pemerintahan Mongol (Yuan) ini menjalankan politik
diskriminasi yang membagi penduduk di Tiongkok kedalam tiga
golongan yang terpolarisasi.

Golongan atau hirarki pertama dan teratas adalah orang Mongol
sendiri, golongan kedua adalah penduduk Muslim yang berasal dari Asia
Tengah atau setara dan golongan ketiga adalah bangsa Han sendiri.
Orang-orang Muslim dari Asia Tengah ini menduduki posisi dan
jabatan penting dalam birokrasi dan kemiliteran Yuan serta tak
jarang mengeksploitasi dan mengenakan pajak yang tinggi terhadap
penduduk bangsa Han, yang akhirnya menimbulkan kebencian terhadap
mereka.

Tetapi situasi ini tidak berlangsung lama dan dapat diatasi, karena
penduduk Muslim pendatang tersebut akhirnya dapat berhasil
mengintegrasikan diri dan menikah dengan wanita Han, serta
mengadaptasi adat istiadat dan kebudayaan setempat, sejauh tidak
bertentangan dengan ajaran agamanya. Selain itu juga banyak orang
Muslim patriot ikut berjuang bersama bangsa Han lainnya menumbangkan
dinasti Yuan serta mendirikan dinasti Ming.

Jaman Dinasti Ming disebut juga sebagai jaman keemasan bagi Islam
di Tiongkok, karena posisi, pengaruh dan kemampuan administrasi yang
didapatinya di pusat pemerintahan Ming. Banyak pejabat dan posisi
birokrat dipegang oleh orang Muslim seperti kasim-kasim yang
berpengaruh (baik ataupun buruk) dalam istana Kaisar, seperti
salah satu kasim yang terkenal yaitu Laksamana Cheng Ho.

Hai Rui

Pejabat Muslim terkenal lainnya dalam sejarah dinasti Ming selain
Cheng Ho adalah Hai Rui (1514-1587), dia adalah seorang etnis Hui
dari Hainan dan memegang jabatan di birokrasi pemerintahan Ming.
Hai Rui dikenal dalam sejarah Tiongkok sebagai seorang pejabat yang
bersih, jujur, bermoral tinggi dan penuh integritas dalam periode
Ming, sehingga dia dibenci oleh jajaran birokrat lainnya yang tidak
jujur.

Dia pernah menulis sebuah surat kepada kaisar Jiajing di tahun 1565
untuk melaporkan adanya ketidak adilan, ketidakjujuran atau korupsi
dalam badan kepemerintahannya. Kaisar Jiajing marah atas surat itu
dan Hai Rui dipecat dan dijatuhkan hukuman mati, tetapi tidak keburu
dilaksanakan karena Jajing lebih dahulu meninggal.

Kejujuran Hai Rui ini telah menginspirasi sebuah tulisan allegori
sejarah yang ditulis dengan judul “Hai Rui dipecat dari kantornya”
(Hai Rui Ba Guan) oleh sejarawan dan anggauta PKT Wu Han pada tahun
1959, yang kemudian dipentaskan diatas panggung.

Cerita alegori sejarah Hai Rui inilah yang mengawali
terjadinya “Revolusi Kebudayaan” di Tiongkok yang banyak membawa
bencana tersebut. Banyak orang menginterpretasikan bahwa tulisan dan
teater ini adalah sebuah bentuk kritikan terhadap ketua Mao Zedong
atas langkahnya memecat Marsekal Peng De Huai yang berani
mengeritik ketua Mao karena kegagalannya dalam program “loncatan maju
kedepan” yang menimbulkan bencana kelaparan hebat di Tiongkok.

“Kelompok empat” dibawah mentornya Jiang Qing mengeritik dan
menyerang teater dan tulisan itu, karena dianggap secara
terselubung mengidentikkan Hai Rui dengan Marsekal Peng De Huai dan
Kaisar Jiajing dengan Ketua Mao Zedong, lalu mulai sejak itu
dimulailah sebuah periode dasawarsa yang penuh bencana tersebut
(revolusi kebudayaan).

Zhengde

Selain Zhu Yuanzhang yang dirumorkan sebagai seorang Muslim, kaisar
Zhengde (1506-1521) pun juga dirumorkan memeluk Islam seperti yang
ditulis oleh pakar keramik S.J. Vainker (Chinese Pottery and
Porcelain) dan Duncan Macintosh (Chinese Blue and White Poercelain).
Kaisar Zhengde ini adalah seorang kaisar yang eksentrik yang kadang-
kadang suka mengenakan busana Arab. Disebutkan bahwa ketika itu kasim-
kasim (eunuch) Muslim mendominasi dan berkuasa penuh di istana kaisar
tersebut, dan Zhengde juga masih muda.

Keramik-keramik yang diproduksi pada periode Zhengde ini bercirikan
khas ornamen dekoratif yang bernafaskan Islam seperti kaligrafi
Arab dan kutipan dari ayat-ayat suci Al’Quran , bahkan ada jenis
keramik yang dinamakan Mohammadan Blue (menggunakan cobalt blue).
Keramik-keramik ini banyak yang diekspor ke Timur Tengah dan kini
dipamerkan di Musium Topkapi Saray di Istanbul (Turki) dan Musium
Ardebil di Iran. Karena kasim-kasim Muslim tersebut juga mengontrol
pusat pembuatan keramik yang terkenal di Jingdezhen, Jiangsi, maka
pembuatan motif keramik itu juga mengikuti selera kasim tersebut.

Pu Shou Gang

Pu Shou Gang adalah seorang pedagang Muslim kaya dan berpengaruh
di Quanzhou, ia berasal dari keluarga keturunan Arab (Pu Clan) yang
telah hidup lama di Tiongkok sejak beberapa generasi di Guangzhou
dan lalu di Quanzhou. Keluarga Pu (Abu) ini melakukan perdagangan
maritim sejak abad ke 12 ke beberapa negara di seberang lautan,
seperti ke negara Asia Tenggara, sampai ke India, Persia dan
negara Arab lainnya.

Karena berjasa membantu menumpas bajak laut di perairan sekitar
propinsi Fujian, maka Pu Shou Gang diangkat oleh penguasa dinasti
Sung sebagai Syahbandar di pelabuhan Quanzhou tersebut. Kemudian
karirnya menanjak lagi ketika diangkat menduduki posisi jabatan
pengawasan Maritim di tingkat propinsi.

Tetapi ketika tentara Mongol menyerbu Tiongkok (Sung) dan berhasil
merebut Hangzhou, ibukota Sung Selatan di tahun 1276, pemerintah
berserta segenap keluarga istana kaisar mundur sambil memberikan
perlawanan sampai ke propinsi Fujian. Dan ketika itu Pu Shou Gang
berbalik arah kesetiaannya dan menghianati negara dan kaisar Sung
Selatan dengan berkolaborasi dengan tentara Mongol membunuh
anggauta keluarga dan famili kaisar yang sedang melarikan diri di
Quanzhou. (The Development of Chinese Islam during the Tang and Song
Dynasties 618-1276 AD, Yung-Ho Chang)

Tahun 1279 terjadi pertempuran laut di sekitar perairan propinsi
Guangdong, tentara Mongol berhasil menghancurkan armada Sung
tersebut dan kaisar yang masih kecil itu akhirnya tenggelam,
bersama dengan berakhirnya lembaran sejarah dinasti Sung.

Azwarti’s Site

Kamis, 13 Januari 2011

板胡 Banhu


革胡 Gehu


高胡 Gaohu


二胡 (二) Erhu


二胡 (一)Erhu


Musik Tradisional China

Dalam perkembangan musik dunia, Cina memberikan banyak sekali warisan. Hal ini dikarerenakan Cina adalah salah satu negara yang menggunakan musik dalam keseharian hidupnya. Dalam beberapa literatur kuno cina, negara ini telah mengenal dan memainkan musik sejak 1112 sebelum Masehi. Musik tradisional Cina pun bertahan hingga sekarang.

Sejarah

Tak heran, banyak sekali alat musik tradisional berasal dari negeri bambu ini. Ling Lun adalah orang pertama yang disebut-sebut sebagai “Bapak Musik dari Cina”. Ia adalah orang yang berhasil mengubah bambu menjadi seruling. Konon, suling yang diciptakan Ling Lun bisa mengeluarkan suara berbagai burung.

Dalam kebudayaan Cina kuno, musik merupakan alat terapi bagi para filsuf. Musik adalah sebuah seni tingkat tinggi yang disinyalir punya kekuatan untuk menenangkan dan meredakan hawa nafsu bagi yang mendengarkannya. Itulah kenapa pada awal munculnya musik di negara ini, posisinya bukanlah sebagai alat hiburan. Ia merupakan sebuah “obat penenang” bagi masyarakat.

Pada awal perkembangannya, musik sangat sakral dan kaku. Itulah mengapa ia hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang saja. Musik sangat suci, bahkan hampir setara dengan kepercayaan yang berkembang kala itu. Musik hanya keluar masuk di kalangan kerajaan. Bahkan seorang kaisar harus memberi standar terhadap musik yang menjadi hak paten dinasti tersebut.

Saking sucinya, jika ada seorang musisi yang menjadikan musik sebagai alat hiburan, maka ia akan dikucilkan dan dilempar pada kasta yang paling rendah. Maka tak heran jika karakter musik tradisonal Cina begitu damai dan tenang.

Bahkan Kultus Qin, salah satu kultus kuno di Cina menyatakan, walaupun pemain musik Qin raganya ada di galeri atau aula, jiwanya harus tetap berada di hutan ataupun di sungai. Inilah alasan mengapa para musisi Cina kuno sangat identik dengan petapa atau pengembara.

Alat Musik Tradisional Cina

Selama perkembangannya, Cina memiliki beragam alat musik yang mereka cipatakan dan mainkan. Alat musik ini memilik filosofis tersendiri dalam suara, bentuk dan cara memainkannya. Cina kaya akan alat musik. Namun, di antara ratusan alat musik tersebut, inilah yang paling popular.

  • Guzheng

Konon, kecapi yang ada di Indonesia berasal dari alat musik ini. Bentuknya seperti kecapi. Dibuat dari bambu dan kayu dengan ukiran di badannya. Sampai abad ke-16, lazimnya alat musik ini memiliki 16 senar. Namun perkembangan musik kontemporer membuat Guzheng berevolusi menjadi 18 senar.

  • Erhu

Ini adalah alat musik gesek tradisional Cina. Kepopuleran Erhu, membuatnya dijuluki “Biola dari Cina”. Badannya dibuat dari kulit ular, ekor kuda biasanya dipakai sebagai alat untuk menggeseknya. Erhu bisa mengeluarkan suara-suara seperti alam dan binatang. Alat musik in merupakan salah satu alat musik yang wajib digunakan dalam orkestra.

  • Tanggu

Tanggu merupakan perkusi Cina yang terkenal. Ia dimainkan lewat dua stik dan ditaruh di penahan kayu. Warnanya yang merah, sangat identik dengan Cina. Tanggu ada yang besar dan ada pula yang kecil. Tanggu besar biasa dipakai untuk penyemangat dalam perang.

Akar Budaya Tionghoa

Budaya Tionghoa merupakan dasar kebudayaan Cina yang sudah mengakar lebih dari 5.000 tahun yang lalu. Budaya ini meliputi kawasan cekungan Sungai Kuning, yaitu Henan, Sanxi, Saanxi, Hebei, dan Shandong. Kawasan lainnya adalah kawasan cekungan Sungai Yangtze, yaitu Sichuan, Yunnan, Guizhou, Hunan, Hubei, Jiangxi, Anhui, Zhejiang, dan Jiangsu.

Di Cina terdapat beragam kelompok etnis. Kelompok etnis terbesar yang mendiami wilayahnya adalah Suku Han. Suku Han merupakan kelompok etnis yang berasal dari Tiongkok, salah satu wilayah perluasan kekuasaan Dinasti Han dari Asia Timur, Asia Tengah, hingga Asia Timur Laut yang dianggap sebagai puncak peradaban Cina. Seiring berjalannya waktu, banyak kelompok etnis yang melebur ke dalam etnis lain atau hilang tanpa ada bukti sejarah.

Identitas kebudayaan tradisional dalam suatu komunitas ditentukan oleh beda nama keluarga yang dipakai. Nasionalisme Cina meliputi orang-orang dari semua kelompok etnis di Cina yang berkontribusi terhadap perluasan peradaban dan sejarah interaksi di Cina, biasa disebut Zhonghua Minzu. Menurut Profesor Suisheng Zao dari Universitas Denver, Zhonghua Minzu adalah kelompok etnis Cina yang muncul pada abad ke-19 sebagai identitas asli nasional Cina.

Bahasa

Bahasa yang dipakai adalah Bahasa Mandarin. Pada masa Dinasti Ming, Bahasa Mandarin yang baku baru dinasionalkan. Pada abad ke-20, saat Republik Tiongkok menjadi pemerintahan, bahasa di sana mulai seragam digunakan.

Mitos

Budaya Cina mengenal mitos dan dunia roh. Salah satu yang menjadi tradisi dan budaya adalah adanya kepercayaan terhadap dewa-dewi. Misalnya, Dewi Guan Yin, Budai, dan Raja Langit. Kisah para dewa telah berevolusi menjadi suatu perayaan tradisional Tionghoa yang biasa diperingati pada waktu tertentu.

Ada pula yang lebih dari sekadar mitos, yaitu berupa simbol kerohanian seperti "singa penjaga" dan "dewa pintu". Mereka juga percaya akan roh suci dan roh jahat. Kepercayaan akan mitos dan roh juga dibawa ke dalam pengobatan alternatif khas Cina.

Alat Musik Tradisional

Budaya Cina mengenal empat jenis alat musik, yaitu alat musik gesek, petik, tiup, dan pukul. Di antara alat-alat musik itu adalah sebagai berikut.

Alat musik gesek:

  • Erhu, sejenis rebab Cina yang terbuat dari kulit luar, menggunakan 2 senar dan penggesek yang terbuat dari surai kuda.
  • Gaohu, sejenis dengan Erhu namun memiliki nada suara yang tinggi.
  • Gehu, sejenis cello.
  • Banhu, rebab Cina terbuat dari batok kelapa dan papan kayu sebagai dasarnya.

Alat musik petik:

  • Yangqin, memiliki banyak senar, memainkannya dengan memukulkan stik bambu.
  • Liuqin, alat musik petik kecil dengan 4 senar.
  • Pipa, alat musik yang bentuknya seperti buah pir dengan 4 atau 5 senar.
  • Guzheng, kecapi dengan 16-26 senar.
  • Konghou, harpa Cina.
  • Ruan, alat musik petik bulat dengan 4 senar.
  • Sanxian, alat musik petik terbuat dari kulit ular, berleher panjang dengan 3 senar.

Alat musik tiup:

  • Dizi, sejenis suling dengan membran getar.
  • Xiao, suling.
  • Suona, terompet Cina.
  • Paixiao.
  • Sheng, alat musik yang terdiri dari bilah logam dengan tabung bambu sebagai penghasil suara.

Alat musik pukul:

  • Dagu, tambur besar.
  • Paigu, gendang yang terdiri dari 4 set atau lebih.
  • Chazi, simbal.
  • Luo, gong.
  • Muyu, kecrek kayu.

Sejarah Imlek

Perayaan tahun baru Cina yang dikenal dengan sebutan Imlek, selalu identik dengan warna merah, barongsai, juga petasan. Asal mula perayaan Imlek sendiri ternyata berdasar dari kisah klasik Cina yang menjadi legenda dan dipercaya rakyat Cina.

Kisah Imlek

Alkisah, di salah satu desa di negara Cina, terdapat seekor hewan buas yang disebut Nian. Hewan tersebut berbadan besar dan buas menyerupai singa. Uniknya, tubuh Nian bersisik emas. Secara harafiah, Nian berarti tahun. Dia muncul setiap akhir tahun ke desa itu dan membuat penduduk desa gemetar ketakutan. Nian memakan apa saja yang ditemuinya. Hasil panen, binatang ternak, bahkan manusia. Oleh karena itu, pada hari kemunculan Nian di awal tahun, penduduk desa meletakkan makanan di depan pintu rumah mereka. Khusus, untuk hewan pemangsa itu.

Pada suatu hari, ada sekelompok anak kecil yang bermain-main pada hari kemunculan Nian. Mereka lupa kalau Nian akan datang di saat itu. Dengan asyiknya, mereka menyalakan petasan. Entah mengapa, Nian tidak berani mendekati salah seorang anak yang memakai baju berwarna merah. Dia hanya berani mendekati anak-anak dengan baju berwarna lain. Untunglah, pada saat Nian mendekat, petasan-petasan ramai meledak. Nian berlari lintang pukang menuju hutan dan bersembunyi selama setahun penuh.

Penduduk desa pada akhirnya tahu kelemahan hewan buas bersisik emas itu. Hewan pemangsa itu takut dengan suara petasan dan warna merah. Maka, sejak itu, penduduk desa mengatur siasat agar Nian tidak datang dan memangsa orang-orang desa. Setiap tanggal 1 dan bulan 1 kalender Cina, mereka selalu mengenakan pakaian berwarna serbamerah. Di depan rumah-rumah mereka, dipasanglah rentengan petasan, lantera, dan gulungan kerta berwarna merah menyala. Penduduk desa juga serentak bersembahyang untuk memohon perlindungan. Selain itu, mereka membagikan angpao. Maksudnya adalah untuk membuang sial, serta menarik rezeki dan keselamatan.

Adat pengusiran Nian setiap awal tahun padaakhirnya berkembang menjadi sebuah perayaan. Guo Nian, yang berarti “mengusir Nian” diinterpretasikan sebagai perayaan menyambut tahun baru. Sejak saat itu, Nian tidak berani kembali ke desa. Dia tidak diketahui keberadaannya sampai akhirnya tertangkap oleh seorang pendeta Tao bernama Hongzun Laozu. Nian kemudian menjadi kendaraan pribadi pendeta tersebut.

Demikianlah kisah klasik Cina yang mendasari perayaan Imlek. Di Indonesia sendiri, perayaan Imlek sempat dilarang pada kurun waktu 1965-1998, yakni pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Imlek kembali ramai dirayakan, bahkan dengan karnaval besar-besaran yang meriah sejak era kepemimpinan Abdurahman Wahid.

Perkembangan China

Banyak teknologi yang tampaknya lebih dahulu muncul di Cina dibanding Eropa atau daerah lainnya. Di antara teknologi yang dimaksud adalah tembikar buatan Cina yang sangat halus, pembuatan teknologi kertas pada abad ke-2 yang kemudian mengembangkan jenis percetakan pada abad ke 9.

Setelahnya, lagi-lagi Cina mengeluarkan penemuan tentang magnet bagi pelayaran, itu terjadi pada abad ke-11. Magnet inilah yang mengawali cikal bakal ditemukannya kompas. Setelah itu, Cina menemukan mesiu pada abad ke-7 kemudian menerapkannya pada penggunaan senapan (terjadi pada abad ke-13), dan meriam besi (abad ke-14).

Walaupun demikian, kebudayaan Cina tidak pernah menilai tinggi pekerjaan tangan, sehingga tidak terjadi pertemuan gagasan antara cendikiawan dengan para insinyur Cina. Barangkali hal ini terkait karena tidak adanya dorongan kuat untuk mencari kebutuhan ekonomi. Hal ini berbeda sekali dengan yang terjadi di Eropa dan Yunani.

Dengan kata lain, di Cina dorongan penting yang digunakan untuk mencari jalan terbaik untuk memecahkan setiap persoalan tidak ditemukan. Teknologi Cina tetap mengagumkan, tapi tidak pernah berpadu untuk melahirkan ilmu yang lebih modern. Oleh sebab itu, penemuan mereka mandek, dan sayangnya harus dicuri oleh orang-orang dari Barat.

Hal itu terjadi karena kondisi sosial setempat yang kurang membantu. Kontras sekali dengan budaya Eropa. Ketika masa Renaisans datang, mereka memanfaatkannya sebagai sebuah kebudayaan yang mengacu pada komersial. Cina dahulu adalah negara yang birokratis pedesaan.

Walaupun tidak kuat, ilmu tetap muncul di Cina, dan bukan hanya yang bersifat spekulatif semata. Harus diingat, bahwa yang memainkan peranan penting tetap penguasa. Karena di Cina ada pendapat atau panutan bahwa raja adalah pembimbing dari surga.

Dilematik Mohis dan Taois

Di Cina terdapat kesenjangan antara para cendikiawan dengan para tukang dan pengamat. Hal ini menyebabkan ilmu di Cina tidak berkembang sepesat di Eropa. Ironisnya lagi, dahulu ada dua kubu yaitu kubu Mohis dan Taois yang kelak bisa menjembatani pemikiran sebagai para penemu, namun sayang kubu itu terlanjur punah tergilas zaman.

Kaum mohis adalah pengikut Mo Ti. Selama periode berperang mereka masyhur sebagai juru damai dan berwatak satria. Mereka banyak menggumuli filsafat ilmu dan penghayatan pokok tentang bagaimana manusia dapat memperoleh pengetahuan yang pasti mengenai alam.

Kaum mohis membuat percobaan dengan cermin datar maupun melengkung. Mereka juga membuat percobaan dengan katrol. Kendati demikian mereka tidak berani melemparkan teori, misalnya saja tentang sifat cahaya. Karena itu, tradisi ekperimen mereka cepat sekali punah.

Ketika masa wangsa Han berkuasa. Muncul aliran taois. Mereka ingin merambah ke jalan yang benar dengan kembali ke alam terbuka sebagai petapa. Mereka banyak membuat percobaan kimia, sama seperti prakimia di India, Islam, dan Eropa. Mereka juga berusaha untuk membuat emas dan belerang dari air raksa, bahkan mereka sengaja mengujicoba sesuatu untuk dapat hidup kekal abadi.

Mereka sebetulnya memiliki potensi untuk dapat berkembang, sayangnya mereka memilih mengasingkan diri dari masyarakat. Akhirnya, mereka pun punah juga tergerus zaman.

Bangunan bersejarah China

Cina memang negara yang misterius. Selain geliat politik dan kebesaran dinastinya, banyak hal menarik yang bisa diceritakan dari Negari Tirai Bambu ini. Karena Cina adalah salah satu negara yang masih memegang tradisi secara kuat, banyak heritage yang bisa ditemui ketika melakukan wisata Cina.

Negara dengan populasi terbesar di dunia ini mempunyai beberapa tempat bersejarah yang patut untuk dikunjungi. Selain bangunannya yang “sangat Cina”, tempat-tempat berikut ini merupakan sisa kejayaan dari sejarah Cina yang tidak pernah habis diceritakan sampai saat ini.

1. The Great Wall

Siapa yang tidak tahu salah satu keajaiban dunia ini. Dulu, tembok ini dibangun oleh Dinasti Qin. Tujuannya adalah untuk menghalau pasukan barbar Mongol yang ingin menginvasi Cina. Saking panjangnya, tembok ini masih terlihat jelas. Bahkan, jika Anda menengok bumi dari luar angkasa.

Tembok ini mempunyai panjang 6.400 kilometer. Yang berarti hampir sepuluh kali jarak Bandung-Surabaya. Selain tembok, di setiap 200 meter, dipasang menara pengintai untuk berjaga. Jalur yang ada di atas tembok ini ditujukan bagi pasukan berkuda Cina.

2. The Forbidden City

The Forbidden City Sering disebut sebagai “Kota Terlarang”. Ini adalah bekas peninggalan Dinasti Qin dan Ming yang ada di Cina. Dulu, orang Mongol dan pasukannya pernah sampai ke tempat ini ketika melakukan invasi ke Cina. Letaknya tepat di Beijing, yang sekarang menjadi ibukota Cina.

Menurut penelitian UNESCO, tempat ini mempunyai koleksi struktur kayu kuno terbanyak di dunia. Luasnya adalah 720.00 meter persegi dan mempunyai 800 ruangan yang berbeda. Jika sering menyaksikan film-film kolosal dari Negeri Tirai Bambu ini, pasti Anda tidak akan asing dengan pemandangannya.

3. Terracotta Army

Negara Cina mempunyai kepercayaan bahwa jika seseorang meninggal, keluarga atau kerabat terdekatnya diharuskan untuk mewariskan sesuatu untuk bekal di akhirat nanti. Banyak orang membakar uang dan rumah-rumahan agar orang yang meninggal tidak akan kesulitan di akhirat.

Monumen ini berada di Provinsi Shaanxi. Di dalamnya, terdapat 7.000 pasukan yang siap melindungi kaisar di alam nanti. Begitulah kepercayaan masyarakat Cina Kuno. Pada dasarnya, monumen ini merupakan makam kaisar pertama dari Dinasti Qing.

4. Temple Of Heaven

Pada abad ke-15, Temple Of Heaven dijadikan sebuah tempat untuk menumbalkan korban pada dewa-dewa agar hasil panen yang didapat masyarakat berlimpah. Luas bangunan ini 273 hektar. Jika ingin melihatnya, Anda bisa pergi ke Beijing.

Awalnya, kuil ini dibangun untuk memuja langit dan bumi. Namun, pada masa pemerintahan Dinasti Qing, kuil ini dipisah menjadi dua. Untuk memuja langit dan bumi dan untuk memuja matahari dan bulan. Dari arsitekturnya, kita bisa meilhat bagaimana orang dahulu sangat percaya dengan simbol bumi yang kotak dan langit yang bulat.

Sejarah China: Zaman Batu-RRC

Manusia modern tiba pertama kali di Cina dari Asia Tengah sekitar 50.000 SM. Mereka adalah manusia Zaman Batu yang tinggal di gua-gua bersama anjing mereka. Mereka memenuhi kebutuhan makanan dengan cara berburu dan meramu.

Pada 4000 SM, penduduk Cina mulai menanam padi serta beternak biri-biri dan ayam. Pada 3000 SM, mereka bahkan telah menggunakan gerabah dan tinggal di rumah. Dari orang Asia Tengah, penduduk Cina belajar memanfaatkan kuda untuk menarik kereta beroda. Orang Cina memasuki Zaman Perunggu pada 2000 SM. Saat itu mereka sudah mempergunakan tulisan.

Masa Kekuasaan Dinasti

Sekitar 1800 SM, Dinasti Shang menaklukkan sebagian besar wilayah Cina dan memerintah negeri tersebut di bawah seorang kaisar. Sejak saat itu, sejarah Cina dicatat menurut dinasti-dinasti yang berkuasa.

Pada 1100 SM Dinasti Chou menaklukkan Cina. Pada masa ini, yaitu sekitar 700 SM, para pandai besi Cina belajar membuat peralatan dan senjata dari besi. Masa tersebut juga merupakan zaman Konfusius. Namun, pada 481 SM Cina terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang saling berperang.

Pada 221 SM, Dinasti Ch’in berhasil menyatukan Cina kembali. Mereka bahkan membawa kejayaan Cina melebihi masa-masa sebelumnya. Bukti kebesaran Dinasti Ch’in masih bisa dilihat hingga saat ini, yaitu Tembok Besar Cina.

Dinasti Ch’in berumur pendek. Mereka digusur oleh Dinasti Han pada 202 SM. Dinasti Han meraih banyak keberhasilan. Mereka berdagang sepanjang Jalur Sutera dengan orang-orang Persia dan Romawi. Mereka juga menyerang India dan ketika kembali membawa ajaran Buddha ke Cina.

Pada 220 M, Cina kembali terpecah. Kali ini Cina terbagi menjadi tiga kerajaan.

Pada 581 M, seorang jenderal bernama Wen Ti berhasil menyatukan tiga kerajaan tersebut dan mendirikan Dinasti Sui. Putra Wen Ti, Yang Ti, memerintahkan penggalian kanal besar yang menghubungkan Sungai Kuning dan Sungai Yangtze. Namun, Yang Ti terbunuh pada 618 M, dan penguasa berikutnya mendirikan Dinasti Tang.

Pada 618 M, di bawah Dinasti Tang, kota-kota di Cina mulai tumbuh. Pajak dan perdagangan diorganisasi dengan lebih baik. Wilayah Cina makin luas, dan bahkan lebih luas daripada Cina saat ini. Namun, sejumlah perang saudara melemahkan Dinasti Tang.

Pada 960 M, Dinasti Sung mengambil alih Cina. Mereka menghadapi banyak masalah, di antaranya penyerbu dari Asia Tengah yang mengganggu Jalur Sutera. Para pedagang kemudian beralih ke selatan, yaitu India.

Pada 1279 M, bangsa Mongol menyerbu dari Asia Tengah dan menaklukkan Cina. Bangsa Mongol memerintah Cina di bawah Genghis Khan dan dilanjutkan oleh Kublai Khan. Mereka mendirikan Dinasti Yuan, yang daerah kekuasaannya meliputi Asia Tengah, India, Asia Barat, dan Eropa Timur. Namun, pada 1330 M, penduduk yang mendiami wilayah Kekaisaran Mongol terserang wabah penyakit. Kerajaan Mongol pun tercerai-berai.

Di Cina, Dinasti Ming mengambil alih kekuasaan pada 1368 M. Dinasti Ming mencapai puncak kekuasaannya pada awal abad ke-15. Pasukan Cina kembali menaklukkan Annam, wilayah Vietnam saat ini.

Sementara itu, armada laut Cina berlayar mengarungi Laut Cina dan Samudra Hindia. Mereka menjelajahi lautan hingga pantai timur Afrika. Dinasti Ming melemah akibat perang berkepanjangan melawan bangsa Mongol dan penyerangan kota-kota pesisir oleh bangsa Jepang.

Pada 1644 M, orang-orang Manchu merebut Beijing dan mendirikan dinasti kekaisaran terakhir, Dinasti Qing. Penguasa Manchu meluaskan pengaruhnya hingga ke Xinjiang, Tibet, dan Mongolia.

Namun, pada abad ke-18 kekuasaan Dinasti Qing mulai melemah. Cina terlibat dalam Perang Candu melawan Inggris pada 1840 M. Cina bahkan harus menyerahkan Hong Kong kepada Inggris pada 1842 M.

Penguasa Dinasti Qing juga harus menghadapi beberapa pemberontakan, di antaranya Pemberontakan Taiping, Nien, Panthay, dan Boxer. Akhirnya, Revolusi 1911 M yang dipimpin Sun Yat-sen menjungkalkan Dinasti Qing dan mengakhiri monarki feodal Cina yang telah berusia 2.000 tahun.

Republik Cina

Pada 12 Maret 1912, pemerintahan sementara Republik Cina terbentuk di Nanjing. Sun Yat-sen terpilih sebagai presiden. Namun, sebagai bagian dari perjanjian agar penguasa Qing mau mundur, Sun Yat-sen terpaksa menyerahkan kekuasaan kepada Yuan Shikai, mantan perdana menteri pemerintahan Qing.

Khawatir akan timbulnya pemberontakan, Yuan Shikai mundur pada Maret 1916 dan meninggal pada Juni di tahun yang sama. Kosongnya kekuasaan mengakibatkan Cina tercerai-berai. Setiap wilayah menjadi daerah kekuasaan panglima-panglima perang yang saling bersaing.

Perseteruan KMT dan PKC

Pada 1920-an, Sun Yat-sen bermaksud menyatukan Cina kembali dan mendirikan basis perjuangannya di Cina selatan. Dengan bantuan Uni Soviet, dia bersekutu dengan Partai Komunis Cina (PKC). Setelah Sun Yat-sen meninggal pada 1925, penerusnya, Chiang Kai-shek berhasil menguasai sebagian besar Cina di bawah bendera Kuomintang (KMT) yang berhaluan nasionalis. Saat itu, PKC juga mulai berusaha menanamkan pengaruhnya sehingga bersaing dengan KMT.

Pada 1927 M, Chiang mengejar tentara PKC dan mendesak mereka dari basis-basis komunis di Cina selatan dan timur. Pasukan PKC terpaksa mengadakan long march ke daerah barat daya dan mendirikan basis gerilya di Provinsi Yan’an dan Shaanxi. Selama long march ini, muncul pemimpin PKC yang baru, Mao Zedong.

Republik Rakyat Cina

Setelah sempat bersatu menghadapi Jepang antara 1937 – 1945, KMT dan PKC kembali bermusuhan setelah Perang Dunia II berakhir. Pada 1949, PKC keluar sebagai pemenang dan menjadi penguasa tunggal di Cina daratan. Republik Rakyat Cina secara resmi berdiri pada 1 Oktober 1949 dengan ibu kota Beijing. Kuomintang kemudian menyingkir ke Taiwan.

sumber: http://www.anneahira.com/