Senin, 11 April 2011

Makam Xiaoling Dinasti Ming


Makam Xiaoling Dinasti Ming adalah Makam Zhu Yuanzhang, Kaisar pertama Dinasti Ming (tahun 1368-1644 masehi)

Zhu Yuanzhang yang berkuasa antara tahun 1368 dan 1398 adalah seorang kaisar legendaris dalam sejarah Tiongkok. Ia dilahirkan dalam keluarga petani yang miskin. Untuk mencari nafka, Zhu Yuanzhang pernah menjadi biksu di sebuah kuil setempat. Kemudian Zhu Yuanzhang ambil bagian dalam pemberontakan petani anti Dinasti Yuan yang berkuasa antara tahun 1271 dan 1368. Karena sangat berani dan bijaksana dalam perang, maka ia diangkat menjadi seorang pemimpin pasukan pemberontak petani dari seorang prajurit biasa. Pada tahun 1368, Zhu Yuanzhang naik takhta dan pada akhirnya berhasil menyatukan Tiongkok.

Zhu Yuanzhang mulai membangun makamnya ketika ia masih hidup, tapi pembangunan yang memakan waktu 25 tahun baru selesai setelah putranya naik takhta. Ibukota Dinasti Ming semula adalah kota Nanjing di Tiongkok Timur ketika Zhu Yuanzhang menjadi kaisar. Maka Makam Xiaoling Kaisar Zhu Yuanzhang berlokasi di peluaran kota Nanjing, dan juga satu-satunya makam kaisar Dinasti Ming yang tidak berlokasi di Beijing. Setelah Zhu Yuanzhang wafat, terjadi perebutan kekuasaan antara putra Zhu Yuanzhang dan adik Zhu Yuanzhang, dan ibukota Dinasti Ming dipindahkan dari Nanjing ke Beijing setelah adik Zhu Yuanzhang berhasil merebut kekuasaan. Menurut catatan, panjang tembok pelindung Makam Xiaoling mencapai 22,5 kilometer, yaitu dua per tiga dari panjang tembok kota Nanjing masa itu, besar makam itu sungguh mengagumkan.

Setelah mengalami terpaan angin dan hujan selama enam ratus tahun serta kerusakan akibat perang, semua istana dan balairung yang terbuat dari kayu kini sudah hancur, namun dari dasar batu bangunan makam yang tersisa masih terlihat skala makam itu yang sangat besar. Walaupun tata ruang makam itu sama dengan makam-makam kaisar sesudahnya dari Dinasti Ming, tapi skalanya jauh lebih besar. Dan ini menunjukkan bahwa makam-makam berbagai kaisar Dinasti Ming dibangun di atas dasar desain Makam Xiaoling.

Salah satu misteri tentang Makam Xiaoling ialah Istana Bawah Tanah di mana Kaisar Zhu Yuanzhang dimakamkan bersama permaisurinya. Istana Bawah Tanah adalah pusat Makam Xiaoling dan dilingkari sebuah tembok sepanjang 1100 meter dengan diameter kira-kira 400 meter. Atap makam berbentuk kerucut, tingginya 129 meter di atas permukaan laut. Letak konkret Istana Bawah Tanah kini masih kontroversial. Konon ketika upacara pemakaman akan dilangsungkan, serentak ke luar dari 13 gerbang kota Nanjing iring-iringan peti jenazah kaisar dengan barisan kehormatan yang sama sehingga sulit membedakan mana yang sungguh-sungguh. Ini dilakukan karena Zhu Yuanzhang khawatir makamnya dicuri orang. Bahkan ada orang berpendapt bahwa Zhu Yuanzhang sama sekali tidak dimakamkan di Nanjing, melainkan di Beijing. Di mana sebenarnya Zhu Yuanzhang dimakamkan, sampai kini masih merupakan teka teki. Sejak tahun 1997, lembaga benda budaya setempat mengadakan deteksi terhadap daerah seluas 20 ribu meter persegi di sekitar Isana Bawah Tanah dengan menggunakan metode iptek canggih, antara lain, deteksi magnetik dan sistem pemposisian satelit. Berdasarkan data-data yang diperoleh, akhirnya berhasil ditetapkan posisi tempat pemakaman Zhu Yuanzhang. Seorang pakar yang memimpin pekerjaan pencarian itu mengatakan, dengan teknik deteksi magnetik yang persisi, mereka memastikan Kaisar Zhu Yuanzhang dimakamkan di tempat puluhan meter di bawah tanah. Kini Istana Bawah Tanah itu masih terpelihara utuh dan belum pernah dicuri.

Gambar: kemegahan Makam Xiao Ling Dinasti Ming di masa silam

Arca-arca pejabat sipil dan militer di jalan suci Makam Xiaoling Dinasti Ming

  Dibanding dengan makam-makan kaisar berbagai dinasti yang lalu, Makam Xiaoling Zhu Yuanzhang mempunyai beberapa ciri yang berbeda, yaitu jalan menuju makam berbelok-belok dan menyimpang dari garis poros tengah. Mengapa dibuat demikian, kini masih belum ada jawabannya, namun gaya bangunan makam itu sangat mempengaruhi gaya bangunan makam-makam kaisar Dinasti Ming sesudahnya. Misalnya, Makam Dingling Dintasti Ming yang sudah digali, jalan masuk ke makam menyimpang ke arah kiri, yaitu berbalikan dengan jalan masuk Makam Xiaoling. Dalam deteksi terhadap Makam Xiaoling ditemukan bahwa sedikitnya 60% permukaan gunung di mana Makam Xiaoling berada adalah bangunan manusia. Misalnya bat-batu bulat dalam jumlah sangat banyak yang bertaburan secara teratur di atas bukit di mana Makam Xiaoling terletak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batu-batu bulat itu diangkut oleh para tukang dengan kedua tangan dari kaki bukit ke atas bukit. Tumpukan batu-batu bulat itu tidak saja untuk memenuhi kebutuhan estetika dalam bangunan, juga berfungsi melindungi permukaan makam dari kikisan air hujan serta untuk mencegah pencuri makam. Yang mengejutkan ialah patung-patung binatang di depan Makam Xiaoling adalah fosil hayati purba yang sudah berusia 300 juta tahun. Rahasia ini ditemukan oleh seorang insinyur senior yang bekerja di sebuah pertambangan perak setempat. kesimpulan itu kini sudah diakui oleh banyak pakar. Penemuan itu menambah nilai ilmiah ukiran batu di Makam Xiaoling Dinasti Ming, selain nilai sejarah dan nilai seninya.
中华百科
Chinese ABC

Zhu Yuanzhang

Pembahasan yang menarik mengenai Zhu Yuanzhang (Kaisar Hongwu) ini
juga dapat dijumpai dalam forum milis negara tetangga kita seperti
di “Chinese Culture Forum at Asiawind” (www.asiawind.com/forums).
Terlepas dari motivasi apapun, sejarah berdirinya dinasti Ming adalah
bagian sejarah Tiongkok yang menarik untuk dibahas. Pelayaran Cheng
Ho ke mancanegara yang membawa pengaruh terhadap hubungan antara
Tiongkok dengan negara-negara di seberang lautannya juga terjadi
pada waktu jaman dinasti Ming itu.

Seperti Liu Bang pendiri dinasti Han, Zhu Yuanzhang (1328-1398)
sebagai pendiri dinasti Ming juga berasal dari orang kebanyakan
(commoner) dan keluarga miskin, bukan dari golongan bangsawan atau
aristokrat. Dia dikagumi sekaligus juga dicerca.

Dikagumi karena dapat mengusir penguasa atau penjajah asing dinasti
Yuan serta memulihkan dan membebaskan Tiongkok kembali dibawah
naungan bangsa Han. Zhu Yuanzhang diakui telah banyak membangun
Tiongkok setelah dilanda peperangan yang panjang, seperti
memperbaiki kanal yang terbengkalai dan rusak, menggalakkan sektor
pertanian, penghijauan hutan yang gundul, melanjutkan dan membangun
kembali Tembok Besar (Great Wall) dll. tetapi ia juga dicerca
karena gaya pemerintahannya yang dijalankan dengan tangan besi,
tirani dan despotik.

Apakah Zhu Yuanzhang itu seorang Muslim atau tidak telah menjadi
bahan perdebatan yang hangat antara fakta dan spekulasi. Diketahui
memang bahwa permaisuri atau istri resmi Zhu Yuanzhang ini adalah
seorang Hui (muslim) yang berasal dari propinsi yang sama dengannya
yaitu Anhui dan disebut sebagai Ratu Ma (Empress Ma).

fgh

Zhu Yuanzhang sendiri memiliki sekitar 38 selir, tetapi Ratu Ma ini
adalah istri yang paling disayang dan berpengaruh terhadapnya. Ketika
Ratu Ma ini meninggal pada tahun 1382, Zhu Yuanzhang merasa sangat
terpukul dan sejak itu prilakunya menjadi lebih irrasional dan tidak
dapat diprediksi. Dan ketika Zhu Yuanzhang meninggal pada tahun 1398,
dia di makamkan disamping makam istrinya ini di Nanjing (Ming
Xiaoling Mausoleum), Jiangsu . (Chronicle of the Chinese Emperors,
Ann Paludin).

Ketika Zhu Yuanzhang berhasil merebut Nanjing, yang dijadikannya
sebagai ibukota dinasti Ming (sebelum dipindahkan ke Beijing), dia
memberikan instruksi atau sponsor untuk membangun sebuah Masjid Raya
yang bernama “Jing Jue”, dan di Masjid ini terdapat sebuah pahatan
syair yang dibuat untuk dedikasi Masjid tersebut.

Salah satu latar belakang pembangunan Masjid ini, karena banyak
prajurit dan Jenderanya yang berjuang bersamanya untuk menggulingkan
dinasti Yuan dan mendirikan dinasti Ming adalah warga Muslim,
seperti Jenderal Chang Yuchun, Hu Dahai, Mu Ying, Lan Yu, Feng
Sheng. Selain itu juga banyak diantara tentara Yuan yang menyerahkan
diri adalah orang Muslim yang pindah dan menetap di ibukota Nanjing
tersebut, sehingga populasi orang Muslim di Nanjing sejak itu
bertambah jumlahnya.

Dikalangan orang Hui di Tiongkok, dipercayai bahwa Zhu Yuanzhang
adalah seorang Muslim, sekurang-kurangnya dalam kehidupan pribadinya.
Keyakinan ini diperkuat lagi oleh tulisan seorang pakar sejarawan
terkemuka di Tiongkok yang berasal dari etnis Hui, yaitu Prof. Bai
Shouyi didalam bukunya tentang Sejarah Islam di Tiongkok yang ditulis
pada tahun 1946.

Zhu Yuanzhang sendiri ketika mudanya adalah pengikut sekte
agama “Mingjiao” (Teaching The Light) yang dipengaruhi oleh
Manicheanisme (salah satu agama kuno yang berasal dari Persia),
tetapi ketika ia naik menjadi Kaisar Ming, sekte ini ditumpas dan
segala sesuatu yang menyangkut namanya dengan sekte ini juga di
sangkal ( China Heritage Newsletter, No.5, March 2006).

Penduduk Muslim yang telah menetap di Tiongkok sejak 700 tahun yang
lalu (sejak dinasti Tang) bertambah lagi populasinya karena
tertawan atau dibawa ke Tiongkok oleh pasukan Mongol dari Asia
Tengah. Pemerintahan Mongol (Yuan) ini menjalankan politik
diskriminasi yang membagi penduduk di Tiongkok kedalam tiga
golongan yang terpolarisasi.

Golongan atau hirarki pertama dan teratas adalah orang Mongol
sendiri, golongan kedua adalah penduduk Muslim yang berasal dari Asia
Tengah atau setara dan golongan ketiga adalah bangsa Han sendiri.
Orang-orang Muslim dari Asia Tengah ini menduduki posisi dan
jabatan penting dalam birokrasi dan kemiliteran Yuan serta tak
jarang mengeksploitasi dan mengenakan pajak yang tinggi terhadap
penduduk bangsa Han, yang akhirnya menimbulkan kebencian terhadap
mereka.

Tetapi situasi ini tidak berlangsung lama dan dapat diatasi, karena
penduduk Muslim pendatang tersebut akhirnya dapat berhasil
mengintegrasikan diri dan menikah dengan wanita Han, serta
mengadaptasi adat istiadat dan kebudayaan setempat, sejauh tidak
bertentangan dengan ajaran agamanya. Selain itu juga banyak orang
Muslim patriot ikut berjuang bersama bangsa Han lainnya menumbangkan
dinasti Yuan serta mendirikan dinasti Ming.

Jaman Dinasti Ming disebut juga sebagai jaman keemasan bagi Islam
di Tiongkok, karena posisi, pengaruh dan kemampuan administrasi yang
didapatinya di pusat pemerintahan Ming. Banyak pejabat dan posisi
birokrat dipegang oleh orang Muslim seperti kasim-kasim yang
berpengaruh (baik ataupun buruk) dalam istana Kaisar, seperti
salah satu kasim yang terkenal yaitu Laksamana Cheng Ho.

Hai Rui

Pejabat Muslim terkenal lainnya dalam sejarah dinasti Ming selain
Cheng Ho adalah Hai Rui (1514-1587), dia adalah seorang etnis Hui
dari Hainan dan memegang jabatan di birokrasi pemerintahan Ming.
Hai Rui dikenal dalam sejarah Tiongkok sebagai seorang pejabat yang
bersih, jujur, bermoral tinggi dan penuh integritas dalam periode
Ming, sehingga dia dibenci oleh jajaran birokrat lainnya yang tidak
jujur.

Dia pernah menulis sebuah surat kepada kaisar Jiajing di tahun 1565
untuk melaporkan adanya ketidak adilan, ketidakjujuran atau korupsi
dalam badan kepemerintahannya. Kaisar Jiajing marah atas surat itu
dan Hai Rui dipecat dan dijatuhkan hukuman mati, tetapi tidak keburu
dilaksanakan karena Jajing lebih dahulu meninggal.

Kejujuran Hai Rui ini telah menginspirasi sebuah tulisan allegori
sejarah yang ditulis dengan judul “Hai Rui dipecat dari kantornya”
(Hai Rui Ba Guan) oleh sejarawan dan anggauta PKT Wu Han pada tahun
1959, yang kemudian dipentaskan diatas panggung.

Cerita alegori sejarah Hai Rui inilah yang mengawali
terjadinya “Revolusi Kebudayaan” di Tiongkok yang banyak membawa
bencana tersebut. Banyak orang menginterpretasikan bahwa tulisan dan
teater ini adalah sebuah bentuk kritikan terhadap ketua Mao Zedong
atas langkahnya memecat Marsekal Peng De Huai yang berani
mengeritik ketua Mao karena kegagalannya dalam program “loncatan maju
kedepan” yang menimbulkan bencana kelaparan hebat di Tiongkok.

“Kelompok empat” dibawah mentornya Jiang Qing mengeritik dan
menyerang teater dan tulisan itu, karena dianggap secara
terselubung mengidentikkan Hai Rui dengan Marsekal Peng De Huai dan
Kaisar Jiajing dengan Ketua Mao Zedong, lalu mulai sejak itu
dimulailah sebuah periode dasawarsa yang penuh bencana tersebut
(revolusi kebudayaan).

Zhengde

Selain Zhu Yuanzhang yang dirumorkan sebagai seorang Muslim, kaisar
Zhengde (1506-1521) pun juga dirumorkan memeluk Islam seperti yang
ditulis oleh pakar keramik S.J. Vainker (Chinese Pottery and
Porcelain) dan Duncan Macintosh (Chinese Blue and White Poercelain).
Kaisar Zhengde ini adalah seorang kaisar yang eksentrik yang kadang-
kadang suka mengenakan busana Arab. Disebutkan bahwa ketika itu kasim-
kasim (eunuch) Muslim mendominasi dan berkuasa penuh di istana kaisar
tersebut, dan Zhengde juga masih muda.

Keramik-keramik yang diproduksi pada periode Zhengde ini bercirikan
khas ornamen dekoratif yang bernafaskan Islam seperti kaligrafi
Arab dan kutipan dari ayat-ayat suci Al’Quran , bahkan ada jenis
keramik yang dinamakan Mohammadan Blue (menggunakan cobalt blue).
Keramik-keramik ini banyak yang diekspor ke Timur Tengah dan kini
dipamerkan di Musium Topkapi Saray di Istanbul (Turki) dan Musium
Ardebil di Iran. Karena kasim-kasim Muslim tersebut juga mengontrol
pusat pembuatan keramik yang terkenal di Jingdezhen, Jiangsi, maka
pembuatan motif keramik itu juga mengikuti selera kasim tersebut.

Pu Shou Gang

Pu Shou Gang adalah seorang pedagang Muslim kaya dan berpengaruh
di Quanzhou, ia berasal dari keluarga keturunan Arab (Pu Clan) yang
telah hidup lama di Tiongkok sejak beberapa generasi di Guangzhou
dan lalu di Quanzhou. Keluarga Pu (Abu) ini melakukan perdagangan
maritim sejak abad ke 12 ke beberapa negara di seberang lautan,
seperti ke negara Asia Tenggara, sampai ke India, Persia dan
negara Arab lainnya.

Karena berjasa membantu menumpas bajak laut di perairan sekitar
propinsi Fujian, maka Pu Shou Gang diangkat oleh penguasa dinasti
Sung sebagai Syahbandar di pelabuhan Quanzhou tersebut. Kemudian
karirnya menanjak lagi ketika diangkat menduduki posisi jabatan
pengawasan Maritim di tingkat propinsi.

Tetapi ketika tentara Mongol menyerbu Tiongkok (Sung) dan berhasil
merebut Hangzhou, ibukota Sung Selatan di tahun 1276, pemerintah
berserta segenap keluarga istana kaisar mundur sambil memberikan
perlawanan sampai ke propinsi Fujian. Dan ketika itu Pu Shou Gang
berbalik arah kesetiaannya dan menghianati negara dan kaisar Sung
Selatan dengan berkolaborasi dengan tentara Mongol membunuh
anggauta keluarga dan famili kaisar yang sedang melarikan diri di
Quanzhou. (The Development of Chinese Islam during the Tang and Song
Dynasties 618-1276 AD, Yung-Ho Chang)

Tahun 1279 terjadi pertempuran laut di sekitar perairan propinsi
Guangdong, tentara Mongol berhasil menghancurkan armada Sung
tersebut dan kaisar yang masih kecil itu akhirnya tenggelam,
bersama dengan berakhirnya lembaran sejarah dinasti Sung.

Azwarti’s Site