Sabtu, 18 Desember 2010

Liliput Dalam Sejarah Tiongkok



Era Baru Sabtu, 18 Desember 2010

alt

Liliput di Mongolia

Ada banyak cerita tentang “manusia kerdil” atau orang kerdil pada berbagai kesusastraan Tiongkok. Pada dinasti Qing, pengarah ritual Ji Xiaolan yang sangat terkenal dan dihormati, mencatat dua cerita dalam bukunya “Yue Wei Cao Tang Bi Ji”

Sebuah cerita mengisahkan orang kerdil yang hidup di daerah Mongolia. Manusia-manusia kerdil tersebut hanya setinggi 1 kaki dan mereka dapat dilihat di berbagai tempat. Ketika pohon delima merah bermekaran, orang kerdil akan memotong cabang delima dan membuat rangkaian bunga untuk dipakai. Mereka akan bernyanyi dan menari berkelompok. Suara mereka terdengar sayup-sayup seperti suara rusa, namun sangat harmonis dan manis. Beberapa orang kerdil akan menyelinap ke tenda prajurit kekaisaran, dan jika tertangkap, mereka akan berlutut di tanah dan menangis.

Jika diikat, orang kerdil ini akan mogok makan hingga meninggal. Jika mereka dibebaskan, orang kerdil tidak akan melarikan diri secepatnya. Mereka akan berjalan perlahan dan sewaktu-waktu melihat ke belakang untuk melihat apakah mereka masih diikuti. Jika masih diikuti, orang kerdil akan berlutut kembali dan menangis. Sebaliknya, jika tak ada yang membuntuti, mereka akan tetap bergerak menjauh dengan hati-hati sekali. Setelah memastikan bahwa tidak akan ada orang yang mampu menangkap mereka, orang kerdil segera lari ke hutan dalam sekejap mata. Pasukan kerajaan pun tidak pernah mampu menemukan tempat tinggal mereka.

Karena orang kerdil tampaknya menyukai pohon delima merah, tentara kerajaan menjuluki mereka “anak-anak delima merah”. Suatu waktu, seorang manusia kerdil tertangkap dan dibawa untuk diteliti. Ditemukan bahwa janggut dan bulu badan orang kerdil sama persis dengan manusia normal. Jadi disimpulkan bahwa orang kerdil bukanlah makhluk cebol yang tinggal di hutan atau gunung yang umumnya dianggap sebagai monster.

Kisah lain menceritakan tentang pertemuan antara orang kerdil dengan seorang jenderal kerajaan bernama Ji Musa. Suatu waktu, Ji sedang mengejar burung liar di hutan. Ia berlari menyeberangi jurang dan melihat sekelompok orang. Ji kemudian menuruni lembah untuk mencari tahu siapa mereka. Ia melihat seseorang mengenakan jubah ungu dari kulit binatang. Muka, tungkai dan lengan orang tersebut berbulu hitam. Orang tersebut sedang memanggang sesuatu. Tepat di depannya, duduk seorang wanita cantik berpakaian Mongol. Wanita yang dilihatnya tidak menggunakan sepatu, tetapi mengenakan jubah merah yang juga terbuat dari kulit binatang.

Selain itu, ada 4 atau 5 orang lainnya yang melayani pria dan wanita tersebut. Semua pelayan ini berambut hitam, tingginya setinggi anak kecil, namun tidak berpakaian sama sekali. Ketika melihat Ji, mereka semua tertawa. Aksen mereka bukanlah aksen bangsa Mongol ataupun aksen bangsa lainnya yang pernah Ia dengar sebelumnya. Suara mereka terdengar seperti burung berkicau, sehingga mustahil untuk memahami apa yang mereka bicarakan. Menyadari bahwa orang kerdil ini bukanlah monster, Ji memberi hormat pada mereka. Tiba-tiba, sepotong daging besar dilemparkan ke arah Ji. Daging ini ternyata adalah daging keledai yang telah dimasak. Kemudian, Ji memberi hormat sekali lagi sebagai tanda terima kasih. Baik Laki-laki maupun perempuan itu kemudian melambaikan tangan untuk membalas hormat. Dengan potongan daging besar ini, Ji dapat bertahan selama 3 atau 4 hari. Beberapa hari kemudian, Ji memerintahkan orang-orangnya untuk mencari orang kerdil ini, namun tak seorang pun ditemukan.

Dapat disimpulkan bahwa orang kerdil pernah ada sebelumnya. Kita tidak dapat menemukan mereka, mungkin karena mereka sulit beradaptasi dengan lingkungan global sekarang ini. Tubuh mereka terlalu kecil, sehingga tidak mampu bersaing dengan manusia normal. Akibatnya, seiring dengan waktu, orang kerdil punah secara perlahan-lahan dari muka bumi. (Erabaru/ana)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar