Senin, 26 November 2012

Pakaian Cheongsam

Cheongsam adalah pakaian wanita dengan corak bangsa Tionghoa. Meski tergolong sebagai “pakaian adat”, namun Cheongsam ini sukses diterima ke dalam dunia busana internasional. Nama “Cheongsam” berarti “pakaian panjang”, diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dari dialek Propinsi Guangdong (Canton) di Tiongkok. Pada beberapa daerah lain, termasuk Beijing, dikenal dengan nama “Qipao”, yang terdapat asal usul dibelakangnya.

Pada awal bangsa Manchu (Dinasti Qing) menguasai Tiongkok, mereka mengorganisasi rakyat, terutama bangsa Manchu, ke dalam “panji” (qi) dan disebut “rakyat panji” (qiren), yang lalu menjadi sebutan bagi seluruh bangsa Manchu. Wanita bangsa Manchu mengenakan pakaian yang lalu dinamakan “qipao” atau “pakaian panji”. Revolusi tahun 1911 menggulingkan kekuasaan bangsa Manchu, namun kebiasaan pakaian wanita bangsa Manchu tetap bertahan, lalu kemudian dikembangkan dan menjadi pakaian tradisional wanita bangsa China.

Mudah dikenakan dan nyaman, bentuk dari pakaian Cheongsam sangat cocok dengan bentuk tubuh wanita bangsa Tionghoa. Leher tinggi, lengkung leher baju tertutup, dan lengan baju bisa pendek, sedang atau panjang, tergantung musim dan selera. Memiliki kancing di sisi kanan, bagian dada longgar, selayak di pinggang, dan dibelah dari sisi, yang kesemuanya semakin menonjolkan kecantikan dari wanita yang mengenakannya.

Cheongsam tidak terlalu susah dibuat. Tidak pula memiliki banyak perlengkapan, seperti sabuk, atau selendang. Kelebihan lain dari pakaian Cheongsam adalah dapat dibuat dari berbagai macam bahan dan memiliki keragaman panjang, serta dapat digunakan secara santai atau resmi. Juga menampilkan kesederhanaan dan keanggunan, kemewahan dan kerapian. Tidak mengherankan banyak disukai oleh wanita, tidak hanya di Tiongkok namun juga di negara-negara lain di dunia.

Di Indonesia sendiri, baju Cheongsam banyak dipakai terutama pada saat menjelang tahun baru Imlek oleh kaum wanita keturunan Tionghoa, meski ada juga yang memakainya pada saat pesta pernikahan atau acara formal lainnya, tentunya dengan corak desain yang modern agar menyesuaikan dengan kondisi acaranya. Dari corak warnanya, tidak hanya merah saja, tetapi sudah mulai ada berbagai variasi warna pilihan, seperti merah muda, kuning keemasan, biru, hitam, putih dan berbagai padanan corak dan motif warna lainnya.

Source : Tionghoa info

Rabu, 21 November 2012


= Tradisi " Man yue/ Mua guek " untuk bayi berusia sebulan =


Dalam budaya orang Tionghoa, bayi yang berumur satu bulan patut dirayakan. Perayaan untuk memperingati bayi berumur sebulan ini sering disebut dengan upacara “Man Yue“. Orang tua yang berbahagia akan memperkenalkan kehadiran momongan baru mereka kepada teman dan sanak saudara mereka, sambil merayakan sebuah pesta telur merah. Secara tra
disi, nama bayi tersebut juga akan diberitahukan pada saat itu juga.

Tamu tamu yang menghadiri pesta telur merah itu akan membawakan berbagai kado. Angpao selalu diberikan kepada bayi laki-laki, sementara bayi perempuan akan mendapatkan berbagai perhiasan mahal. Para tamu undangan tidak meninggalkan pesta dengan tangan yang kosong, karena biasanya orang tua sang bayi akan memberikan “bingkisan” telur merah kepada mereka yang datang, untuk menandakan kebahagiaan dan sebuah permulaan hidup yang baru dengan hadirnya sang bayi.

Pesta telur merah berasal dari budaya Tiongkok kuno. Sama seperti di negara negara lain, angka kematian bayi di Tiongkok zaman dahulu cukup tinggi sebelum berkembangnya ilmu pengobatan modern pada abad ke 20. Oleh karenanya, seorang bayi yang telah berusia satu bulan kemungkinan besar dapat bertahan hidup sampai dewasa, makanya diadakan sebuah pesta untuk merayakan hal itu.

Secara tradisi, masa nifas (umur bayi satu bulan/ ibu istirahat satu bulan setelah melahirkan tanpa keluar rumah) ini juga merupakan saat yang tepat untuk mengenalkan kembali sang ibu kepada masyarakat luar, orang Tionghoa percaya bahwa ibu-ibu berada dalam kondisi tubuh paling lemah sepanjang masa hidupnya sehabis melahirkan. Ibu-ibu orang Tionghoa melakukan istirahat di dalam rumah selama sebulan penuh sehabis melahirkan tanpa keluar rumah. Ini untuk memastikan agar mereka tidak jatuh dalam kondisi yang terlalu lelah, atau tidak terjangkiti oleh berbagai kuman penyakit dari dunia luar yang dapat membahayakan mereka pada saat tubuh dalam kondisi paling lemah. Selain beristirahat, mereka minum sup daging hasil rebusan dari kaki babi, telur, cuka dan jahe. Kebanyakan dari ibu-ibu muda masa kini juga masih mengikuti cara tradisional ini sampai sekarang.

Pada zaman dulu, sesuai dengan pentingnya anak laki-laki dalam tradisi orang Tionghoa, pesta telur merah kadang-kadang hanya dirayakan kepada bayi laki-laki saja, atau perayaan buat bayi laki-laki lebih megah dibanding bayi perempuan, tetapi sekarang, pesta dirayakan untuk bayi jenis kelamin laki-laki maupun perempuan.

Dalam beberapa tahun terakhir, lingkungan/tempat merayakan pesta telur merah juga telah mengalami perubahan. Para orang tua mungkin akan memilih untuk merayakan pesta tersebut di sebuah restoran yang mewah. Para orang tua juga dapat menggunakan telur dengan warna merah muda (tidak harus merah tua) dalam perayaan itu. Telur dengan jumlah angka jamak adalah untuk bayi laki-laki dan telur dengan jumlah angka ganjil adalah untuk bayi perempuan. Tradisi ini juga masih terlihat pada keluarga keturunan Tionghoa di Indonesia, dimana pada saat bayi mereka berusia satu bulan, biasanya mereka akan mengirimkan paket telur merah dan kue kepada sanak saudara atau rekan-rekan yang memberikan kado kelahiran untuk sang bayi.


Source : Tionghoa info

Rabu, 01 Agustus 2012

Akulturasi Budaya Cina-Indonesia

Budaya Cina Perantauan di Indonesia
Wayang potehi
Kesenian ini mirip wayang golek (wayang kayu), namun cerita yang ditampilkan berasal dari legenda rakyat tiongkok, seperti Sampek Engthay, Sih Djienkoei, Capsha Thaypoo, Sungokong, dll
bacang
Dahulu bacang diyakini orang China adalah makanan untuk menghormati seorang pahlawan yang mati akibat difitnah orang bentuk peringatan adalah makan bakcang (Hanzi: 肉粽, hanyu pinyin: rouzong) Penganan ini terdiri dari daging cacah sebagai isi dari beras ketan dibungkus daun bambu dan diikat tali bambu. Di beberapa tempat Indonesia,diadakan festival memperingati sembahyang bacang atau disebut juga Duan Wuji.
Festival ini disebut pehcun. Atraksi yang menjadi maskot festival ini adalah perlombaan balap perahu naga.Duanwu Jie (Hanzi: 端午節) atau yang dikenal dengan sebutan festival Peh Cun di kalangan Tionghoa-Indonesia adalah salah satu festival penting dalam kebudayaan dan sejarah Tiongkok. Peh Cun adalah dialek Hokkian untuk kata pachuan (Hanzi: 扒船, bahasa Indonesia: mendayung perahu). Walaupun perlombaan perahu naga bukan lagi praktek umum di kalangan Tionghoa-Indonesia, namun istilah Peh Cun tetap digunakan untuk menyebut festival ini.
Festival ini dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek dan telah berumur lebih 2300 tahun dihitung dari masa Dinasti Zhou.Dan perlombaan dayung perahu naga. Karena dirayakan secara luas di seluruh Tiongkok, maka dalam bentuk kegiatan dalam perayaannya juga berbeda di satu daerah dengan daerah lainnya. Namun persamaannya masih lebih besar daripada perbedaannya dalam perayaan tersebut.
Kiasu
Kiasu adalah ejaan Hokkien (fujianese) untuk Bhashu / pasu. Jargon ini sangat sering didengungkan di Singapura.
Istilah ini mengandung arti (kira-kira) suatu ketakutan akan tertinggal karena kurang menguasai ilmu.
Ai Pia Cia E Ya 爱拼才会赢 
爱拼才会赢 atau dalam mandarin = Ai Pin Cai Hui Ying Adalah "Lagu kebangsaan" suku Hokkien di seluruh dunia. Isi lirik lagu dari Taiwan ini mencerminkan etos kerja dan spirit berusaha yang sangat tinggi dari suku ini. Sebagaimana umumnya lagu-lagu Hokkien lainnya, lagu ini sangat menjiwai, bukankah arti judulnya saja "Cinta (suka) berjuang baru bisa menang"
Budaya Cina Peranakan Banyak budaya, aksen maupun produk tionghoa yang bukan berasal dari negeri cina daratan, namun merupakan produk setempat yang dinamai istilah cina. Kalau di Malaysia, kita kenal ikan Louhan yang bukan dari Cina, tapi "penemuan" peternak ikan China dari Malaysia, di Indonesia kita mengenal "lontong capgomeh" yang tidak ada di negeri cina, maupun wingko babat yang berasal dari kota Babat di Jawa Timur.
Budaya blasteran Cina-Indonesia
Tak hanya etnik saja yang sudah berasimilasi, aspek lain juga ikut berasimilasi: Makanan
Contoh: Lunpia semarang, isi utamanya adalah irisan kulit rebung sedangkan lunpia yang dari China isi utamanya mihun.